KamiUpdate.com-Jayapura Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa
terdapat 4 pulau terluar yang berada di Provinsi Papua yaitu Pulau
Brass, Fanildo, Bepondi, dan Liki. Keempat pulau tersebut merupakan pulau
terluar yang dimiliki oleh Indonesia dengan kondisi berpenduduk dan tidak
berpenduduk. Untuk rincian lebih jelasnya terkait keempat pulau terluar yang
berada di Provinsi Papua tersebut dapat disimak pada uraian di bawah ini:
1) Pulau Liki
Pulau
Liki adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudera pasifik dan
berbatasan dengan Negara Papua Nugini. Pulau Liki ini merupakan pulau paling
timur dari wilayah RI dan merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten
Jayapura, Provinsi Papua. Pulau ini berada di sebelah utara dari Pulau Papua
dengan dengan koordinat 1˚ 34’ 26’’ LS, 138˚ 42’ 57’’ BT. Pulau Liki sendiri
termasuk pulau terluar yang berpenghuni, menurut data tahun 2017 dari BAPPEDA
Provinsi Papua pulau ini dihuni oleh 263 jiwa dengan 53 Kepala Keluarga. Di
Pulau Liki terdapat 3 marga yang hidup berdampingan yaitu teno,kiman, dan weirau.
Setiap marga mempunyai wilayah tersendiri di Pulau Liki tersebut. Marga Teno
berada di bagian selatan, Kiman di bagian barat, dan Weirau di bagian tengah.
Sebagian besar warga bermata pencaharian sebagai nelayan dan memang pulau ini
memiliki sumber daya laut yang melimapah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
macam biota laut yang hidup yang dimungkinkan karena kondisi terumbu karang
yang terjaga serta arus bawah laut yang kuat. Selain alam bawah lautnya yang
indah, Pulau Liki juga mempunyai potensi lain yang belum sepenuhnya terkelola
seperti air terjun, hutan pantai, serta pantainya yang berpasir putih menjadi
daya Tarik tersendiri yang perlu dikembangkan.
2) Pulau Fanildo
Pulau
Fanildo adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudera Pasifik dan
berbatasan dengan Negara Palau. Pulau Fanildo ini merupakan bagian dari wilayah
pemerintahan Kabupaten Supiori, Provinsi Papua. Pulau ini berada di sebelah
utara dari Kota Manokwari dengan koordinat 0˚ 56’ 22’’ LU, 134˚ 17’ 44’’ BT dan
status Fanildo ini adalah tidak berpenduduk dengan luas wilayah sebesar ±0,1 KM2
. Pulau Fanildo merupakan gugusan dari Kepulauan Mapia yang berbatasan
dengan Republik Palau, jarak antara Pulau Fanildo dengan Pulau Babelthuap
(Republik Palau) adalah sejauh 390 mil.
Gugusan
kepulauan Mapia atau Pegun (332 ha), Pulau Fanildo dan Berasi (309 ha), Pulau
Fanildo Kecil (6 ha), Pulau Fanildo atau Faniroto (50 ha) dan Fanildo kecil (4
ha). Seperti pulau terluar lainnya, pulau dengan luas ± 0,1 KM2 ini
memiliki titik dasar dan titik referensi yaitu TD.072 dan TR.072. Pulau Fanildo
masuk ke dalam wilayah administrasi Desa Mapia, Distrik Supiori barat,
Kabupaten Supiori Provinsi Papua. Pulau ini merupakan satu kesatuan yang
terhubung oleh hamparan pantai pasir putih yang dilingkari karang seluas 37.760
hektar dengan laguna ditengahnya seluas 3.000 M2 dan memiliki
kedalaman laguna berkisar antara 5-22 meter dengan kanal atau alur yang berada
di sisi barat. Pulau Fanildo merupakan suatu pulau yang terbentuk sebagai coral cay atau vegetated sand cay hal ini diperlihatkan seluruh pembentukan pulau
tersebut berasal dari material biogenik dari terumbu itu sendiri. Perubahan
kedalaman yang sangat drastis dan cliff-slope
yang mengelilingi pulau-pulau tersebut memberikan gambaran bahwa pulau tersebut
diperkirakan pulau karang yang terangkat. Terbentuknya laguna menjadikan salah
satu indikasi proses pengangkatan tersebut.
Pulau
Fanildo memiliki kekhususan bahwa seluruh pulau ini bervegetasi pohon kelapa.
Pada perairan sekitar pulau Fanildo ditemukan kelengkapan ketiga ekosistem
yaitu ekosistem mangrove, rumput laut, dan terumbu karang. Keberadaan ketiga
pulau yang dikelilingi rataan terumbu menjadikan ketiga pulau tersebut relatif
aman dari proses abrasi pantai. Kondisi air tawar di Pulau Fanildo sebagian air
berasa payau dan tawar.
Pulau
Fanildo dapat dicapai dari Jakarta dengan menggunakan pesawat udara dan kapal
laut, dengan rute Jakarta – Biak – Fanildo/Mapia. Pulau Fanildo dapat diakses
dengan menggunakan perahu motor (speed boat) dari Kabupaten Biak Numfor. Adapun
jarak Pulau Fanildo dengan Kota Biak adalah 150 mil dan dapat dicapai dengan
kapal motor. Lamanya waktu perjalanan dari Kota Biak dengan menggunakan perahu
motor carteran berkekuatan 320 Pk menuju Pulau Fanildo secara reguler dilayani
oleh 2 kapal perintis yang senantiasa berlayar menuju Kepulauan Mapia atau
Pulau Fanildo dengan jadwal sebulan sekali dengan waktu tempuh kurang lebih 25
jam dari Kota Biak.
Pulau
Fanildo memiliki 21 keanekaragaman karang batu yang terdiri dari 13 genus dan 9
famili. Famili karang batu dengan jumlah jenis terbanyak adalah dari famili
Acroporidae (3 jenis), kemudian Mileopora dan Porites masing-masing 2 jenis,
sedangkan famili yang lainnya masing-masing 1 jenis. Fakta ini memberikan
indikasi yang jelas bahwa kekayaan atau variasi jenis karang di Pulau Fanildo
rendah. Ekosistem padang lamun di Pulau Fanildo dapat ditemukan di sepanjang
perairan pantai dan jenis yang sering ditemukan antara lain Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata dan Halodule pinifolia dan diperkirakan
masih banyak jenis yang belum tercatat. Melimpahnya sumber daya alam ,
beragamnya ekosistem pesisir dan kehadiran panorama alam yang indah di kawasan
pulau ini menjadikan tingginya peluang pengembangan investasi di kawasan ini.
Peluang investasi yang dapat dikembangkan antara lain pengembangan usaha
perikanan seperti usaha perikanan tangkap dari jenis-jenis ikan tuna, Ikan
Cakalang, Ikan Tenggiri, ikan-ikan laut dalam, Ikan Kerapu, Ikan Kakap, udang
lobster, maupun usaha budidaya kerapu dalam keramba apung yang didukung oleh
keberadaan laguna.
Wisata
bahari yang dapat dikembangkan di Pulau Fanildo adalah wisata selam (diving) dan snorkeling serta
memancing, tak lupa juga wisata sejarah dan budaya. Kondisi pantai di pulau ini
yang memiliki hamparan pantai pasir putih yang luas dan sangat mendukung
pengembangan wisata pantai. Sebagai pendukung dalam pengembangan sektor ekonomi
di bidang perikanan dan wisata yang terkait erat hubungannya, maka sangat
diperlukan pengembangan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang
dimaksud seperti ketersediaan perhubungan dalam hal ini dermaga, telekomunikasi
(nir kabel), pendidikan (SDM), perumahan, kesehatan (tenaga medis), dan air
bersih. Selain hal-hal tersebut, perlu juga untuk dilakukan rekonstruksi dan
pemeliharaan titik referensi dari titik dasar, perlu adanya pengawasan oleh
aparat pemerintah dan perlunya dibangun pelindung pantai dari ancaman abrasi dengan
menanam pohon pelindung. Pada penjelasan yang disampaikan oleh LIPI terkait
ekspedisi pulau-pulau terluar nusa manggala tersebut, juga diberikan data tata
ruang oleh BAPPEDA Provinsi sebagai gambaran awal sebelum tim melakukan survei
pada waktu yang sudah ditentukan.
3) Pulau Brass
Pulau
Brass adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudera Pasifik dan
berbatasan dengan Negara Palau. Pulau Bras ini merupakan bagian dari wilayah
Pemerintah Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua yang memiliki luas wilayah
sebesar ±3,4 KM2. Pulau ini berada di sebelah utara Kota Manokwari
dengan koordinat 0˚ 55’ 57’’ LU, 134˚ 20’ 30’’ BT dengan kondisi berpenduduk.
Tercatat dalam data BAPPEDA Provinsi Papua bahwa Pulau Brass memiliki 40 kepala
keluarga dan satu pleton Satuan Tugas Pengamanan Pulau Terluar (SATGASPAM)
Marinir TNI AL. Penduduk Pulau Brass berasal dari Biak, awalnya mereka mendiami
Pulau Pegun namun, karena adanya wabah lalat yang menjangkiti pulau tersebut
akhirnya penduduknya berpindah ke Pulau Brass. Adapun diketahui diare dan
muntaber merupakan penyakit yang ditimbulkan wabah tersebut. Pulau Brass
termasuk dalam wilayah administrasi Distrik Supiori Barat, Kabupaten Supiori
Provinsi Papua. Tingginya keanekaragaman biota laut dan masih terpeliharanya
ekosistem yang ada di Kepulauan Mapia memberikan peluang pengembangan industri
wisata, baik wisata alam, budaya dan peninggalan sejarah perang dunia II.
4) Pulau Bepondi
Pulau
Bepondi adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudera Pasifik dan
berbatasan dengan Negara Palau. Pulau Bepondi merupakan bagian dari wilayah
pemerintahan Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua dengan luas wilayah sebesar
±2,5 KM2. Berdasarkan letak astronomis, Pulau Bepondi berada di
sebelah utara Pulau Biak dengan koordinat 0˚ 23’ 38’’ LS, 135˚ 16’ 27’’ BT.
Adapun jumlah penduduk yang tinggal di pulau ini tidak tetap, hal ini
disebabkan karena masyarakat yang masih memilki mata pencaharian yang tidak
tetap.
Adapun
selain keempat pulau diatas yang berada di wilayah administrasi Provinsi Papua
dan termasuk di dalam projek tersebut, dalam projek ekspedisi pulau-pulau
terluar nusa manggala tersebut juga akan melakukan ekspedisi ke pulau-pulau
terluar lainnya di Indonesia timur seperti Pulau Yiew di Maluku utara, Pulau
Budd, Fani, dan Miosso di Provinsi Papua barat. Dari sisi keamanan, jelas bahwa
pulau-pulau terluar yang berbatasan perairan dengan negara-negara tetangga
Indonesia di Kawasan Samudera Pasifik seperti Negara Palau dan Papua Nugini
adalah merupakan beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
yang perlu penanganan serius dari pemerintah pusat karna menyangkut kedaulatan
negara dan juga amanat nawacita bapak presiden untuk membangun dari pinggiran
termasuk pulau-pulau terluar di Indonesia timur.
Jika
dilihat dari segi sosial dan kependudukan jelas bahwa dari pulau-pulau terluar
tersebut, ada yang memiliki penduduk tetap dan juga ada yang tidak berpenduduk.
Hal ini harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah maupun pusat
karena pulau-pulau terluar yang memiliki penduduk, biasanya kondisi hidup
mereka sangat tertinggal karena mata pencaharian yang tidak tetap dan pemenuhan
kebutuhan hidup yang sulit karena terkendala aksesibilitas dalam hal ini
transportasi menuju pulau utama yang menjadi sentra ekonomi masyarakat. Masalah
aksesibilitas dan pemberdayaan masyarakat pesisir adalah 2 persoalan yang
menjadi tantangan bagi pemerintah setempat untuk memajukan daerah pesisir
khususnya pulau-pulau terluar yang berpenduduk.
Provinsi
Papua sendiri memiliki 4 pulau terluar yang berbatasan perairan dengan negara
tetangga yaitu Pulau Brass, Fanildo, Bepondi dan Liki. Menurut data tahun 2017
dari BAPPEDA Provinsi Papua, terdapat 3 pulau terluar yang berpenduduk yaitu
Pulau Brass, Bepondi dan Liki. Kondisi sarana dan prasarana di ketiga pulau
tersebut sangat memprihatinkan karena belum memiliki jalan beraspal, penerangan
yang memadai, dan fasilitas MCK yang tidak memenuhi standar. Sebagai gambaran
kondisi masyarakat pinggiran yang pada umumnya memiliki mata pencaharian yang
tidak tetap juga dapat ditemui di 2 pulau terluar Indonesia tersebut, yakni di
pulau Brass dan Bepondi.
Hal
ini mengakibatkan kondisi perekonomian masyarakat yang buruk, selain itu juga
kendala lainnya ialah aksesibilitas. Dalam hal ini akses transportasi dari dan
menuju ke pulau utama yang merupakan sentra ekonomi, dirasa sulit untuk
dijangkau oleh masyarakat. Berangkat dari latar belakang mengusung nawacita
Presiden yang dimana menyebutkan bahwa sudah saatnya membangun dari pinggiran
termasuk pulau-pulau terluar adalah suatu semangat baru bagi LIPI dalam hal ini
bagian Pusat Penelitian Oseanografi untuk melakukan survei dan penelitian
dengan tujuan memenuhi data baseline
untuk menunjang pengelolaan sumber daya pesisir di pulau-pulau kecil terluar
yang berada di kawasan Samudera Pasifik.
Kemudian yang menjadi suatu tantangan ketika tim akan melakukan survei
ke empat pulau terluar yang berada di wilayah administrasi Provinsi Papua yaitu
keterbatasan data yang dimiliki sebagai gambaran awal terkait kondisi keempat
pulau terluar tersebut. Hal ini yang menjadi dasar pertemuan antara LIPI dan
BAPPEDA Provinsi Papua, guna duduk bersama dan berdiskusi terkait projek
ekspedisi pulau-pulau terluar nusa manggala tersebut. Dalam pembahasan terkait
keempat pulau tersebut, RTRW Provinsi Papua menajdi acuan penting dalam setiap
langkah yang akan diambil oleh LIPI untuk melakukan kajian ilmiah di keempat
pulau terluar tersebut agar terjadi sinkronisasi.