Suami Nikah Sirri, Istri Balas dengan Cara Kasih Jatah ke Pria Lain, Ujungnya Jadi Begini -->
Cari Berita

Suami Nikah Sirri, Istri Balas dengan Cara Kasih Jatah ke Pria Lain, Ujungnya Jadi Begini

Tuesday, March 26, 2019




Telah 19 tahun lamanya aku membina rumah tangga dengan Bagaskoro (bukan nama sebenarnya), dan 3 orang buah hati telah hadir dari pernikahan ini. Dua putra dan seorang putri, yang baru setahun lalu hadir ke dunia. Pekerjaan suamiku adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), di lingkungan pemerintahan kabupaten Majalengka.

Meski hanya PNS biasa, suamiku bisa dikatakan sosok suami yang kreatif dan pekerja keras, sebab demi memenuhi kebutuhan keluarganya dirinya tidak cuma bergantung gaji PNS semata. Akan tetapi, dia berusaha untuk membuka usaha di luar.

Tanpa diduga seluruh usaha yang digagas suamiku kemudian sukses dengan cepet, tidak sia-sia perjuangan suamiku memulai usaha dari nol hingga berhasil. Sewaktu mengawali usahanya suamiku menggunakan modal hasil pinjaman dari bank, rumah ayah dan ibuku yang dijadikan jaminannya, sebab kala itu dirinya sama sekali tidak memiliki modal.

Sekarang, selepas usahanya berhasil sifat suamiku seakan berubah 180 derajat. Tidak kujumpai lagi sifat lembut suamiku, malah dia sekarang menjadi temperamental. Kini dia mudah tersulut emosi. Jika aku membuat sebuah kesalahan kecil, dia dengan gampangnya langsung membentakku, bahkan tidak sekali dua kali dirinya main tangan, memukulku atau menghancurkan benda yang ada di dekatnya.

Tak hanya itu perubahan dari suamiku, dia jadi sering di luar rumah, dan pulang larut malam. Sesungguhnya aku memakluminya, kukira ini disebabkan kesibukan pekerjaan suamiku yang mengharuskan demikian. Aku berusaha menerima kelakuannya yang telah berubah, berfikir mungkin ini semua lantaran efek stress dengan pekerjaan yang berlimpah.

Akan tetapi, parahnya lagi akhir-akhir ini dia juga bersikap lancang terhadap kedua mertuanya. Ayahku, yang kebetulan sebagai karyawan dalam usaha suamiku pun seringkali mendapatkan bentakan, sudah seperti seorang atasan yang semena-mena pada anak buahnya, terutama ketika beliau membuat sebuah kekeliruan dalam pekerjaanya.

Berbeda dengan dulu, dirinya begitu sopan terhadap ayah dan ibuku. Seakan dia lupa jika bisnis yang dia kelola sekarang tidak akan berjalan tanpa jasa mereka berdua. Suamiku bagaikan kacang yang tidak ingat pada kulitnya.

Akhir-akhir ini suamiku ketahuan rupanya memiliki kisah kasih dengan perempuan lain, semula aku kira hubungan antara mereka cuma sekadar pacaran. Sebab umur suamiku dengan Thalia (bukan nama sebenarnya) berselisih lumayan jauh. Namun, usai diselidiki lebih lanjut, ternyata Thalia dan dia telah menikah di bawah tangan.

Terbongkarnya perselingkuhan suamiku dengan Thalia akibat kecerobohannya sendiri, dia sering berkomunikasi dengan istri simpananya lewat ponselnya. Entah lewat komunikasi suara, atau pun dari pesan singkat waktu malam tiba. Di suatu malam ketika suamiku terlelap ponselnya bersuara tanpa henti, dan disertai beberapa kali ada tanda pesan singkat masuk. Maka kemudian aku mengangkat panggilan tersebut, rupanya seorang wanita terhubung di seberang sana, dan mencari tahu keberadaan suamiku.

Usai menjawab dia sudah terlelap dan silakan hubungi lagi esok, aku bertanya apa hubungan keduanya, dengan mantap wanita tersebut menjawab jika dia merupakan istrinya yang baru dinikahi 6 bulan lalu. Aku lantas berusaha menanyakan alamat rumah perempuan itu.

Keesokan harinya aku meminta adik lelakiku mendatangi alamat Thalia demi mengundangnya datang ke rumahku. Thalia pun tiba sore itu juga di rumah, ketika itu kebetulan suamiku tengah berada di rumah.

Sewaktu berjumpa dengan Thalia, suamiku lebih banyak diam, dan mengatakan bahwa dia khilaf. Dia pun berjanji bakal secepatnya menyudahi hubungan dengan menceraikan Thalia.

Sesungguhnya ini bukan yang pertama dan terakhir, dia bahkan pernah juga terikat hubungan bersama seorang sahabatku sendiri, sempat dengan seorang putri dari saudaraku. Suamiku tidak ganteng, akan tetapi bisa jadi sebab alasan materi beberapa perempuan bersedia menjalin hubungan.

Suamiku ketahuan lagi main serong beberapa bulan berlalu dari kejadian tersebut, perempuan itu rumahnya jauh dari tempat tinggal kami, dan statusnya adalah janda dengan satu buah hati. Ketahuannya suamiku main serong dari pemberitahuan saudara yang menyaksikan dirinya kerap tampak ke rumah janda, bernama Shalitta (bukan nama sebenarnya).

Suatu ketika, aku dan saudaraku berencana untuk menangkap basah sewaktu mereka bersama, dan ternyata beberapa hari kemudian dia ketahuan datang ke rumah Shalitta. Sewaktu dimintai penjelasan, dia justru berbalik menuding diriku selingkuh, marah-marah, hingga menamparku

Ayah dan ibuku memberikan saran supaya aku berpisah dari suamiku. Akan tetapi, aku kerap kali teringat pada anak-anakku. Aku pikir tidak mustahil untuk membalas dendam, walau usiaku menyentuh kepala empat, parasku rasanya mampu memikat pria lain.

Hingga kemudian aku berjumpa seorang Duda yang tak lain adalah teman kala SMA. Dia tinggal di luar kota Majalengka. Meski Fanji (bukan sebenarnya) mengetahui bahwa statusku masih istri orang, dia tidak mempermasalahkannya.

Aku kerap kali curhat mengenai persoalan rumah tanggaku lewat media sosial di ponselku. Kebetulan suamiku lumayan gagap teknologi (Gaptek) sehingga tidak akan ketahuan. Aku merasa nyaman sewaktu berbincang bersama Fanji, sesuatu yang tidak aku peroleh dari suamiku.

Hingga suatu saat Fanji mengajak untuk ketemuan. Secara kebetulan setiap sebulan sekali ada agenda berbelanja di kota. Selesai berbelanja kepentingan usaha aku lantas menemui Fanji. Demi mencegah kecurigaan suamiku aku mengajak seorang buah hati kami yang terkecil. Kami berjanji ketemu di sebuah hotel. Untuk si kecil, aku perintahkan Pak Sopir agar mengajaknya bermain di mall.

Satu jam kami berbincang. Setelah itu dengan suka rela aku menyuguhkan sesuatu yang berharga "itu" pada Fanji tanpa rasa takut dan bersalah. Aku justru bersuka cita sudah membalas dendam pada suamiku.

Beberapa bulan kemudian aku hamil. Aku tidak mengerti anak dalam perut ini merupakan benih yang diberikan suami ataukah hasil dari perselingkuhann. Hingga menjalani persalinan, suamiku tampaknya tidak pernah curiga bahwa aku memiliki hubungan bersama pria lain.

Akan tetapi sebagai perempuan normal, sampai sekarang aku tetap dibayang-bayangibayangi perasaan bersalah kepada suamiku. Pertanyaan yang selalu timbul adalah … buah hati siapa yang aku lahirkan ini? Haruskah aku berkata jujur?